Proses pembriketan
adalah proses pengolahan yang mengalami perlakuan penggerusan, pencampuran
bahan baku, pencetakan dan pengeringan pada kondisi tertentu, sehingga
diperoleh briket yang mempunyai bentuk, ukuran fisik, dan sifat kimia tertentu.
Tujuan dari pembriketan adalah untuk meningkatkan kualitas sebagai bahan bakar,
mempermudah penanganan dan transportasi serta mengurangi kehilangan bahan dalam
bentuk debu pada proses pengangkutan (Brades
& Tobing, 2008: 12). Beberapa
langkah dalam pembuatan briket sebagai berikut :
1. Karbonisasi
Proses
karbonisasi merupakan suatu proses pembakaran tidak sempurna dari
bahan-bahan organik dengan jumlah oksigen yang sangat terbatas, yang
menghasilkan arang serta menyebabkan penguraian senyawa organik yang menyusun struktur
bahan membentuk uap air, metanol, uap-uap asam asetat, dan hidrokarbon (Brades & Tobing, 2008: 8). Karbonisasi atau
pengarangan bertujuan untuk
menghilangkan unsur-unsur yang terdapat dalam briket yang apabila dibakar akan
membentuk asap dan mengganggu lingkungan. Dalam pengarangan, energi pada bahan
akan dibebaskan secara perlahan. Bahan tersebut masih terdapat sisa energi yang
dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan (Kurniawan &
Marsono, 2008: 23).
Pada proses pengarangan,
energi panas mendorong terjadinya oksidasi sehingga molekul karbon yang komplek
terurai sebagian besar menjadi karbon atau arang. Kandungan
zat yang mudah menguap akan hilang sehingga akan terbentuk struktur pori awal
dan diperoleh kadar karbon yang tinggi. Kadar karbon ditingkatkan dengan
memecah ikatan-ikatan kimianya sehingga dapat meningkatkan nilai energi dan
memperbaiki sifat pembakarannya. Arang
memberikan kalor pembakaran yang lebih tinggi, dan asap yang lebih sedikit (Brades & Tobing, 2008: 8)
Salah satu metode pengarangan dengan menggunakan metode drum kiln. Metode ini menggunakan drum dari logam yang tahan panas
(biasanya menggunakan drum oli) untuk mengkarbonisasi arang. Metode inilah yang
banyak digunakan saat ini untuk proses karbonisasi, karena biayanya yang
relatif murah dan tidak terikat dengan lokasi (dapat dipindah-pindahkan) (Wijaya, 2007: 5).
2. Penghalusan
Arang
Dalam pembuatan
briket, serbuk arang harus diperhatikan kehalusannya. Arang harus cukup halus
untuk dapat membentuk briket yang baik. Biasanya ukuran serbuk antara 40-80
mesh. Ukuran partikel yang terlalu besar akan sukar pada waktu perekatan,
sehingga mengurangi keteguhan briket yang dihasilkan. Sebaliknya ukuran yang
terlalu halus akan menurunkan kekuatan briket karena bahan pengikat yang
ditambahkan tidak mampu mengikat partikel dengan luas permukaaan yang semakin
kecil (Widyawati, 2006: 7).
3. Pembuatan
dan Pencampuran Perekat
Perekat organik menghasilkan abu yang relatif
sedikit setelah pembakaran briket dan umumnya merupakan bahan perekat yang
efektif. Perekat umumnya
digunakan adalah perekat/lem aci yang terbuat dari tepung tapioka
(Brades & Tobing,
2008: 10). Percampuran bahan perekat dimaksudkan agar superkarbon
tidak mudah pecah ketika dibakar. Perbandingan antara lem dan bubuk karbon
harus tepat supaya briket yang dicetak hasilnya baik (Kurniawan &
Marsono, 2008: 48)
4. Pencetakan dan Pengepresan Briket
Proses ini
dimaksudkan agar adonan menjadi briket dengan daya guna dan hasil guna yang
baik. Semakin tinggi tekanan yang diberikan akan semakin baik kerapatan dan
keteguhan briket arang yang dihasilkan. Tetapi tekanan yang terlalu tinggi akan menyulitkan dalam proses
penyalaannya. Matres adalah alat
untuk mencetak bentuk briket. Alat ini bekerja dengan bantuan alat press
hidrolik. Briket yang telah dicetak kemudian dipress/ditekan dengan menggunakan
alat press hidrolik yang berfungsi untuk mentranmisikan gaya/tenaga (Supriyatno,
2010). Secara umum
teknologi pembriketan dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: 1) pembriketan tekanan
tinggi, 2) pembriketan
tekanan medium dengan pemanas,
dan 3) pembriketan
tekanan rendah dengan bahan pengikat (Rohmawati,
2010: 1).
5.
Pengeringan
Umumnya kadar air
superkarbon hasil cetakan masih sangat tinggi sehingga superkarbon bersifat
basah dan lunak. Oleh karena itu perlu dikeringkan. Suhu pengeringan yang umum
untuk membuat arang briket adalah sebesar 60oC hingga kadar air
briket sekitar 4,34 %. Pengeringan akan dilakukan dengan pengovenan
yang umumnya membutuhkan waktu antara 4-6 jam agar semua menjadi kering dan
keras (Kastaman, 2003: 5)
6.
Pelapisan Bahan Penyala
Bahan penyala
digunakan agar briket bisa menyala dalam waktu yang cukup lama.
Pelapisan bahan penyala
dilakukan setelah briket benar-benar kering yang terlihat dari warna arang yang
keabu-abuan. Briket yang akan dilapisi tersebut dicelupkan hingga larutan bahan
penyala meresap jauh ke dalam arang karbon. Metode pencelupan dilakukan
dengan cara briket arang kering dimasukkan ke dalam keranjang kawat.
Selanjutnya, briket dicelupkan ke dalam cairan bahan penyala yang sedang
mendidih selama beberapa detik sampai seluruh permukaannya terendam lalu
keranjang kawat diangkat dan ditiriskan. Setelah itu, briket dijemur atau dikeringkan
sekitar 2 jam sampai semua bahan penyala meresap dan tidak terlihat basah pada
permukaannya (Kurniawan &
Marsono, 2008: 49).