Berdasarkan UU RI No. 23
Th. 1997 pasal 1 ayat 12, yang dimaksud dengan pencemaran air adalah masuknya mekhluk hidup, zat, energi
dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya
turun sampai ke tingkat yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai
dengan peruntukannya.
Bahan
pencemar air sangat beragam, klasifikasi bahan pencemar air diperlukan untuk
memperkirakan jenis dampaknya terhadap lingkungan.
1. Berdasarkan jenis bahannya, bahan pencemar air
dapat dibedakan menjadi :
a.
Bahan pencemar fisik
Bahan pencemar fisik meliputi
material terapung (busa, sampah, plastik, kayu, dll), material tersuspensi
(Lumpur, tanah, pasir, bahan organik, dll), dan efek panas.
b.
Bahan pencemar kimia
Bahan pencemar jenis ini meliputi
zat-zat organik (lemak, minyak, detergen, sabun, zat warna, karbohidrat,
protein), zat-zat anorganik (unsur bebas, logam berat, asam, basa, dan garam)
dan zat radioaktif.
c.
Bahan pencemar biologis
Bahan pencemar biologis dapat dibagi
menjadi dua yaitu mikroorganisme patogen dan mikroorganisme yang pertumbuhannya
tidak terkendali (bloming) karena eutrofikasi. Mikroorganisme patogen
terutama berasal dari tinja manusia. Ada 4 kelompok mokroorganisme yang
terkandung dalam tinja yaitu virus, bakteri, protozoa, dan cacing.
Mikroorganisme yang pertumbuhannya tidak terkendali antara lain adalah
fitoplankton, ganggang ,dan eceng gondok.
2. Berdasarkan mudah tidaknya terurai secara
biologis oleh bakteri yang ada di air, bahan pencemar diklasifikasikan menjadi
dua, yaitu bahan pencemar yang mudah terurai (biodegradable) dan bahan
kimia yang sukar busuk (nonbiodegradable) Bahan pencemar yang mudah
busuk misalnya karbohidrat, lemak, dan protein. Bahan pencemar yang sukar busuk
misalnya plastik, karet, kaca, kain, kayu, detergen ABS, dan lain-lain.Lama
pembusukan dapat bertahun-tahun.
Dampak
pencemaran air adalah penurunan kualits air dan gangguan peruntuknnya. Dalam
batas-batas tertentu badan-badan air mampu membersihkan dirinya sendiri (self
purification) terhadap bahan-bahan pencemar yang masuk ke dalamnya.
Pencemaran terjadi bila batas daya dukung untuk membersihkan dirinya
terlampaui. Dampak negatif dari pencemaran ini antara lain adalah pengurangan
oksigen terlarut, peningkatan derajad eutrofikasi, penurunan keanekaragaman
biota air, penurunan kualitas air, peningkatan biaya sosial tinggi sebagai
akibat langsung maupun tidak langsung.
Penurunan kualitas air sesuai
dengan peruntukannya dapat diketahui dari hasil pemeriksaannya secara berkala.
Pemeriksaan ini dilakukan terhadap parameter-parameter fisik, kimia,
mikrobiologis, dan radioaktifitas. Hasil pemeriksaan ini kemudian dibandingkan
dengan baku mutu air sesuai dengan peruntukannya yang ditetapkan dengan Kep.
02/Men KLH/1998.
Seperti diketahui pada Bab II
pasal 2, ayat 1 Kep 02/Men KLH/1998, air pada sumber air menurut peruntukannya
digolongkan menjadi 4 kelas, yaitu:
1. Golongan
A, adalah air yang dapat digunakan sebagai air murni secara langsung tanpa
pengolahan terlebih dahulu.
2. Golongan B, adalah air yang dapat digunakan sebagai air baku untuk
diolah sebagai air murni dan keperluan rumah tangga.
3. Golongan
C, adalah air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan.
4. Golongan
D, adalah air yang dapat diguanakan untuk keperluan pertanian dan dapat
dimanfaatkan untuk usaha perkotaan, industri, dan listrik tenaga air.
Untuk
mengatasi masalah pencemaran pada lingkungan perairan ada beberapa parameter
yang harus diperhatikan, yaitu:
1.
Parameter Fisika, yang meliputi:
a. Penentuan kualitas fisik air yang meliputi pengamatan bau, warna, dan
rasa secara organoleptis.
b. Derajad keasaman (pH) pada sample air dapat ditentukan dengan
menggunakan kertas lakmus atau dengan menggunakan alat pH meter yang
menggunakan larutan pH standar 7 dan 4.
c. Kekeruhan pada perairan berhubungan dengan zat padat dalam air dapat
berupa zat padat terlarut dan zat padat tersuspensi. Pengertian zat padat total
meliputi kedua jenis zat padat tersebut yang berupa bahan-bahan organik maupun
anorganik. Kekeruhan pada perairan ditentukan dengan metode turbudimetri dengan
menggunakan alat turbidimeter yang menggunakan larutan standar 0 NTU dan 40
NTU.
2.
Parameter Kimia, yang meliputi:
a. Keberadaan CO2 terlarut sangat penting bagi kehidupan
ekosistem air. Kelarutannya
tergantung pada suhu, pH, dan banyaknya organisme yang hidup dalam air. Gas CO2
di dalam air bergabung dengan komponen kapur menjadi CaCO3 yang
sebagian sebelum mencapai tingkat kejenuhan masih dapat berdisosiasi kembali,
dan selebihnya ekan mengendap sebagai senyawa karbonat. Atas dasar ini, kadar
CO2 terlarut dapat ditetapkan dengan cara titrimetri yang menggunakan
larutan baku NaOH.
b. Keberadaan O2 terlarut berhubungan dengan proses respirasi
biota perairan. Penetapan kadar oksigen terlarut dapat dilakukan dengan metode
titrimetri winkler, yang prinsip dasarnya adalah oksigen yang terdapat dalam
sample akan diikat oleh Mn(OH)2. Senyawa Mn (OH)2 akan
direaksikan dengan KI dalam suasana asam. I2 yang dibebaskan akan
dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3 dan
sebagai indikator digunakan amilum.
c. Kadar oksigen biokimia atau BOD (Biologocal Oxygen Demand) adalah
sejumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk mendekomposisi dan
menstabilkan sejumlah bahan organik di dalam ekosistem air melalui proses
aerobik. Penetapan BOD dapat dilakukan dengan cara menganalisis kadar oksigen
terlarutnya pada saat t=0 dan t-5 hari. Selain itu, penetapan BOD dapat
dilakukan dengan cara menganalisis kadar oksigen melalui indikator oksiasi
reduksi yaitu metilen biru, sebagai hasil oksidasi akan dbentuk karbondioksida,
air dan amonia juga dapat dilakukan dengan metode aerasi sample air pada uji
botol winkler.
d. Kadar oksigen kimia atau COD (Chemical Oxygen Demand),
keberadaannya didasarkan pada kenyataan bahwa hampir semua senyawa organik
dapat dioksiasi dengan bantuan oksidan kuat dalam kondisi asam. Selama
penetapan COD, bahan-bahan organik akan diubah menjadi CO2 dan air
tanpa melihat kemampuan asimilasi secara biologis terhadap bahan-bahan
tersebut. Adapun penetapan COD dapat dilakukan dengan metode permanganat atau
metode bikromat.
e. Keberadaan logam alkali tanah yaitu logam kalium dan magnesium dalam
bentuk ionnya yang bersenyawa dengan sulfat, klorida, kromat, dan bikormat
dalam lingkungan perairan dapat menyebabkan sifat kesadahan. Metode yang
digunakan untuk mengukur kesadahan air adalah dengan titrimetri menggunakan larutan
standar EDTA serta indicator EBT atau Maurexide pada pH tertentu.
f. Kandungan logam berat dalam prairan bisa berupa besi. Perairan yang
mengandung besi apabila kontak dengan udara akan menjadi keruh dan terlihat
tidak menyenangkan karena terbentuknya endapan koloid ion besi (III) dalam air
akibat oksidasi yang terjadi. Metode yanga digunakan untuk menetapkan kadar
besi yaitu secara spektrofotometri berdasarkan pembentukan senyawa kompleks
besi(II)-1,10-fenantrolin. Pada pembentukan senyawa kompleks ini biasanya
ditambahkan senyawa hidroksilamin hidroklorida sebagai reduktor yang akan
mereduksi ion besi (III) menjadi besi (II). Sedangkan untuk pengaturan pH
ditambahkan senyawa natrium asetat.