Silahkan

Home » » TRI PUSAT PENDIDIKAN

TRI PUSAT PENDIDIKAN

Written By Titinkita.blogspot.com on Kamis, 11 April 2013 | 09.01

(sumber: Ana Kholivah, Jurusan PKn UM)
PENDAHULUAN
1.1.      Latar Belakang
Kemajuan Ilmu dan teknologi, terutama teknologi informasi menyebabkan arus komunikasi menjadi cepat dan tanpa batas. Hal ini berdampak langsung pada bidang norma kehidupan dan ekonomi, seperti tersingkirnya tenaga kerja yang kurang berpendidikan dan kurang terampil, terkikisnya budaya lokal karena cepatnya arus informasi dan budaya global, serta menurunnya norma-norma masyarakat kita yang bersifat pluralistik sehingga rawan terhadap timbulnya gejolak sosial dan disintegrasi bangsa. Adanya pasar bebas, kemampuan bersaing, penguasaan pengetahuan dan teknologi, menjadi semakin penting untuk kemajuan suatu bangsa. Ukuran kesejahteraan suatu bangsa telah bergeser dari modal fisik atau sumber daya alam ke modal intelektual, pengetahuan, sosial, dan kepercayaan.
Hal ini membutuhkan pendidikan yang memberikan kecakapan hidup (Life Skill), yaitu yang memberikan keterampilan, kemahiran, dan keahlian dengan kompetensi tinggi pada peserta didik sehingga selalu mampu bertahan dalam suasana yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif dalam kehidupannya. Kecakapan ini sebenarnya telah diperoleh siswa sejak dini mulai pendidikan formal di sekolah maupun yang bersifat informal, yang akan membuatnya menjadi masyrakat berpengetahuan yang belajar sepanjang hayat (Life Long Learning).
1.2.      Tujuan
Dalam pokok ini dibahas tentang landasan dan azas-azas pendidikan serta penerapannya di dalam praktek sehingga memantapkan setiap usaha yang dilakukan dalam melatih, membimbing serta membelajarkan peserta didik yang merupakan kewajiban utama kita sebagai pendidik yang profesional.

A.    PENGERTIAN
 Istilah Tri Pusat Pendidian adalah  istilah  yang  digunakan oleh tokoh pendidikan Indonesia, yaitu  Ki Hajar Dewantara yang menggambarkan  lembaga lingkungan pendidikan yang disekitar manusia yang mempengaruhi perilaku peserta didik. Dalam kegiatan ini berisikan  tiga pokok bahasan, yaitu (A) Pendidikan keluarga, (B) Pendidikan dalam sekolah, (C) Pendidikan di dalam masyarakat. Setelah mempelajari materi ini diharapkan mahasiswa dapat:
1.    Menjelaskan pentingnya pendidikan keluarga sebagai peletak  dasar pendidikan anak,
2.    Menjelaskan      pentingnya      pendidikan     di   sekolah sebagai  pendamping dalam keluarga,
3.    Menjelaskan pentingnya pendidikan masyarakat sebagai  pelengkap  pendidikan anak dalam keluarga dan sekolah.
       Pendidikan  dapat digolongkan dalam berbagai jenis. Penggolongan  itu  tergantung  kepada  dari  mana  kita  melihatnya. Dilihat  dari  tempat  berlangsungnya  pendidikan,  maka  Ki  Hajar Dewantara,  membedakan  menjadi  tiga  dengan  sebutan  Tri  Pusat Pendidikan   (Ahmadi, 1991)   yaitu:   Pendidikan   dalam   keluarga (pendidikan informal), pendidikan dalam sekolah (pendidikan formal), dan pendidikan  di  dalam  masyarakat  (pendidikan  non  formal). Sedangkan  dilihat  dari  cara  berlangsungnya  pendidikan  dibedakan menjadi pendidikan fungsional dan pendidikan intensional. Pendidikan fungsional adalah pendidikan yang berlangsung secara naluriah, tanpa rencana  dan  tujuan  tetapi  berlangsung  begitu  saja.  Sedangkan pendidikan intensional adalah lawan dari pendidikan fungsional.
       Bila dilihat dari aspek pribadi yang disentuh, maka terdapat jenis pendidikan   Orkes   (Olah   Raga   Kesehatan),   Pendidkan   Sosial, Pendidikan     Bahasa,     Pendidikan      Kesenian, Pendidikan Moral, Pendidikan Seks dan sebagainya. Sedangkan kalau dilihat  dari jenis dan jenjang, maka UndangUndang  RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa satuan pendidikan adalah kelompok layanan   pendidikan   yang   menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan. Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan   yang   akan dicapai,   dan   kemampuan yang dikembangkan sedangkan jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan.
       Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga. Pendidikan  anak  usia  dini  adalah  suatu  upaya  pembinaan  yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang  dilakukan  melalui  pemberian  rangsangan  pendidikan  untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak  memiliki  kesiapan  dalam  memasuki  pendidikan  lebih  lanjut. Pendidikan  jarak  jauh  adalah  pendidikan  yang  peserta  didiknya terpisah dari pendidik dan pembelajarannya menggunakan berbagai sumber belajar melalui teknologi komunikasi, informasi, dan media
lain. Pendidikan berbasis masyarakat adalah penyelenggaraan pen didikan berdasarkan kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi, dan potensi masyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat. 

B.URAIAN
1. PENDIDIKAN KELUARGA
 Pendidikan keluara atau pendidikan informal adalah jalur  pendidikan  keluarga.  Pendidikan  informal  adalah suatu  proses  pembelajaran  yang  terjadi  di  kehidupan seharihari di dalam keluarga terdekat. Sebagai orang tua atau orang dekat lainnya di dalam keluarga itu mengenalkan nama benda-benda dan cara mengucapkan yang benar, cara makan minum yang benar, cara menghormati orang, cara menulis, cara menggambar dan cara beribadah dan sebagainya untuk dasar anak memasuhi dunia formal (sekolah dan    masyarakat) nantinya. Pada prinsipnya pendidikan dalam keluarga adalah untuk membantu anak bagaimana belajar.
Pendidikan dalam keluarga lebih menonjolkan bagaimana kita mengajar diri kita sendiri, dimana kita cenderung untuk berbicara dan bergabung dalam kegiatan dengan orang lain di sekitar anak, dan ini berlangsung secara  tidak  sadar  dalam  waktu  selama  pergaulan dengan  anak  terjadi,  mulai  dari  anak  bangun  sampai  akan  tidur didengarkan cerita dan nyanyian yang mengandung nilai pendidikan sebagai bekal  anak memasuki dunia formal.
       Pendidikan informal adalah suatu pergaulan yang berlangsung alami, dimana  keluarga  menempatkan  diri  sesuai  dengan  “ikatan” perasaan yang sedang berlangsung dengan anak, di mana pada situasi ini keluarga mencari posisi yang tepat untuk diterima anak dengan baik.
Langeveld menyatakan tiap-tiap pergaulan antara orang dewasa (orangtua) dengan anak adalah merupakan lapangan atau suatu tempat di mana pekerjaan mendidik itu berlangsung.  Pendidikan  itu merupakan suatu gejala yang  terjadi di dalam pergaulan antara orang dewasa dengan orang  yang  belum  dewasa. Dengan cara pergaulan sehari hari,anak merasa dirinya dibawa kepada kedewasaan oleh orang dewasa dan keadaan seperti itu merupakan gejalagejala pendidikan, baik di dalam keluarga,sekolah maupun  masyarakat  dan  pergaulan  semacam itulah yang disebut pergaulan paedagogis. Syarat pergaulan paedagogis menurut Langeveld adalah: 1) Pergaulan antara anak dengan orang dewasa, 2) Di dalam pergaulan ada pengaruh, 3) Ada maksud   tujuan secara sadar untuk anak ke arah kedewasaannya.
 Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama,karena     dalam keluarga inilah  anak pertamatama mendapatkan didikan dan bimbingan. Juga dikatakan lingkungan yang utama, karena sebagian besar dari kehidupan anak adalah di dalam keluarga, sehingga pendidikan yang paling banyak diterima oleh anak adalah dalam keluarga.
Hasbullah (2003) menegaskan  bahwa  tugas  utama  dari keluarga  bagi  pendidikan  anak  ialah  sebagai  peletak  dasar  bagi pendidikan akhlak dan pandangan hidup keagamaan. Sifat dan tabiat anak  sebagian  besar  diambil  dari  kedua  orang  tuanya  dan  dari anggota keluarga yang lain.
       Di  dalam  pasal  1  UU  Perkawinan Nomor I tahun 1974, dinyatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk  keluarga  yang  bahagia  dan  sejahtera,  berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Anak yang lahir dari perkawinan ini adalah anak yang sah dan menjadi hak serta tanggung jawab kedua orang tuanya nemelihara dan mendidiknya, dengan sebaik-baiknya. Kewajiban kedua orang tua mendidik anak ini terus berlanjut sampai ia dikawinkan atau dapat berdiri sendiri, bah kan menurut pasal 45 ayat 2 UU perkawinan ini, kewajibai dan tanggung jawab orang tua akan kembali apabila perkawinan antara keduanya putus karena suatu hal, mak anak ini kembali menjadi tanggung jawab orangtua.
1) Ketauhidan (Pahan Ketuhanan)
       Dalam ajaran Islam pertama yang diterima anak adalah paham ketauhidan.  Abdul Wahab (2007) menjelaskan baha tauhid adalah pegangan pokok dan sangat menentukan bagi kehidupan manusia, karena tauhid menjadi landasan bagi setiap amal yang dilakukan.
Tauhid bukan sekedar mengenal dan mengerti bahwa pencipta alam semesta  ini  adalah  Allah;  bukan  sekedar mengetahui buktibukti rasional tentang kebenaran wujud (keberadaan) Nya, dan wahdaniyah (keesaan) Nya, dan bukan pula sekedar mengenal Asma’ dan Sifat Nya. Tauhid adalah pemurnian ibadah kepada Allah. Maksudnya yaitu: menghambakan diri hanya kepada Allah secara murni dan konsekwen dengan mentaati segala perintahNya dan menjauhi segala larangan Nya, dengan penuh rasa rendah diri, cinta, harap dan takut kepadaNya.

2). Kehidupan Emosional
Emosi,  berasal  dari  kata  Inggris, emotion, yang berakar  dari  kata “Emotus”      atau  “Emovere”  atau  mencerca  (To still  up)  yang  berarti  sesuatu yang  mendorong        terhadap sesuatu. Misalnya emosi gembira  mendorong  untuk   tertawa. Istilah   lazim   yang   digunakan dalam psikologi dan untuk mengacu pada reaksi kompleks dari  suatu  organisme  ke  objek atau peristiwa yang signifikan, dengan subjektif, perilaku, unsur-unsur fisiologis.  Akar  paling  awal  kecerdasan  emosional  dapat  ditelusuri karya Darwin yaitu melalui  ekspresi emosional untuk kelangsungan hidup  dan  adaptasi.  Istilah  "Emotional  Intelligence,  kecerdasan emosional"    selanjutnya  disebut  kecerdasan  emosi  pertamakali
dilontarkan pada tahun 1990 oleh psikolog Peter Salovey dari Harvard University  dan  John  Mayer  dari  University  of  New  Hampshire. Kecerdasan  ini  berhubungan  dengan  kualitas-kualitas psikologis tertentu yang oleh Salovey dikelompokkan ke dalam lima karakter
kemampuan:
(1) Mengenali emosi diri; wilayah ini merupakan dasar kecerdasan emosi.  Penguasaan  seseorang  akan  hal  ini  akan  memiliki kepekaan  atas  pengambilan  keputusan-keputusan  masalah pribadi.
(2) Mengelola emosi; kecerdasan emosi seseorang pada bagian ini ditunjukkan dengan kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan  kecemasan,  kemurungan,  atau  ketersinggungan sehingga dia dapat bangkit kembali dengan jauh lebih cepat dari kemerosotan dan kejatuhan dalam kehidupan.
(3) Memotivasi  diri  sendiri;  kecerdasan  ini  berhubungan dengan kamampuan        seseorang dalam membangkitkan hasrat, menguasai diri,  menahan diri  terhadap     kepuasan      dan kecemasan. Keberhasilan dalam wilayah ini akan menjadikan seseorang cenderung jauh lebih produktif dan efektif dalam hal  apa pun yang mereka kerjakan.
(4) Mengenali  emosi  orang  lain.  Berkaitan  erat  dengan empati, salah satu kecerdasan emosi yang merupakan "keterampilan bergaul" dasar. Orang yang empatik lebih mampu menangkap sinyal-sinyal  sosial  yang  tersembunyi  yang  mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan atau dikehendaki orang lain.
(5) Membina   hubungan.   Seni   membina   hubungan,   menuntut kecerdasan dan keterampilan seseorang dalam mengelola emosi orang  lain.  Sangat  diperlukan  untuk  menunjang  popularitas, kepemimpinan, dan keberhasilan antar pribadi.
    
3).  Kehidupan Moral Anak
Dalam  kehidupan  seharihari,  selain  istilah moral , juga ada istilah  etika. Moral adalah pengetahuan yang menyangkut budi  pekerti  manusia  yang  beradap.  Moral  juga berarti ajaran yang baik dan buruk perbuatan dan  kelakuan  (akhlak).  Moral  berasal  darkata mores yang berasal dari Bahasa Latin  Wursanto,  1987),  yang  dapat  terjemahkan menjadi “aturan kesusilaan”. Dalam bahasa seharihari yang dimaksud dengan kesusilaaan bukan pula mores tetapi petunjuk-petunjuk untuk kehidupan sopan santun, dan tidak cabul. Jadi moral adalah aturan kesusilaan, yang meluputi semua norma untuk kelakukan, perbuatan untuk tingkah laku yang baik. Selain itu dikenal juga istilah susila yang berasal dari Bahasa Sansekerta, su  artinya lebih baik, sila  artinya berarti dasar-dasar dan prinsip-prinsip atau peraturan-peraturan hidup. Jadi susila berarti peraturanperaturan hidup yang lebih baik.
Tahapan  perkembangan  moral  adalah  ukuran  dari  tinggi rendahnya moral seseorang berdasarkan perkembangan penalaran moralnya seperti yang diungkapkan oleh Lawrence Kohlberg. Tahapan tersebut  dibuat  saat  ia  belajar  psikologi  di  University  of  Chicago berdasarkan teori yang ia buat setelah terinspirasi hasil kerja Jean Piaget dan kekagumannya akan reaksi anakanak terhadap dilema moral. Ia menulis disertasi doktornya pada tahun 1958 yang menjadi awal dari apa yang sekarang disebut tahapantahapan perkembangan moral dari Kohlbreg.
       Teori   ini  berpandangan  bahwa  penalaran    moral,    yang merupakan  dasar  dari  perilaku  etis,  mempunyai  enam  tahapan perkembangan yang dapat teridentifikasi. Ia mengikuti perkembangan dari keputusan moral seiring penambahan usia yang semula diteliti
Piaget, yang menyatakan bahwa logika dan moralitas berkembang melalui     tahapantahapan        konstruktif. Kohlberg memperluas pandangan  dasar    ini,   dengan     menentukan       bahwa      proses perkembangan moral pada prinsipnya berhubungan dengan keadilan dan perkembangannya berlanjut selama kehidupan, walaupun ada dialog yang mempertanyakan implikasi filosofis dari penelitiannya.
 Langeveld (dalam Aqib, 2007) mengatakan bahwa pendidikan harus diarahkan kepada upaya membantu peserta didik untuk sampai pada penentuan diri secara susila dalam satu orde moral. Pendidikan merupakan pembentukan hatu nurani, upaya membimbing, menuntun dan  membawa  peserta  didik  para  taraf  kedewasaan  yang  erat kaitannya dengan arti/ makna hidup, tujuan hidup, pengenalan nilai nilai dan normanorma, serta tanggung jawab secara susila.

2. PENDIDIKAN DALAM SEKOLAH
Pendidikan   formal   adalah   jalur  pendidikan  yang terstruktur  dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan  dasar,  pendidikan  menengah, dan  pendidikan  tinggi.Sekolah     adalah  lembaga  yang  dirancang  untuk  mengajarkan  siswa  (atau  "murid")  di  bawah pengawasan guru. Sekolah  berasal    dari    bahasa Yunani:  σχολή,  schole),  dalam  bahasa Inggris school, merupakan bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran.Sekolah dipimpin oleh seorang Kepala Sekolah. Kepala sekolah dibantu oleh wakil kepala sekolah. Jumlah wakil kepala sekolah di setiap sekolah berbeda, tergantung dengan kebutuhannya. Bangunan sekolah disusun meninggi untuk memanfaatkan tanah yang tersedia dan dapat diisi dengan fasilitas yang lain.
Sebagian besar negara memiliki sistem pendidikan formal, yang umumnya   wajib.   Dalam   sistem   ini,   siswa   kemajuan   melalui serangkaian  sekolah.  Nama-nama  untuk  sekolah  yang  berbeda  di setiap negara tetapi umumnya termasuk sekolah dasar untuk anak
anak dan sekolah menengah bagi remaja yang telah menyelesaikan pendidikan dasar.
 Selain sekolahsekolah inti ini, siswa di negara tertentu mungkin juga  memiliki  akses ke dan menghadiri sekolahsekolah  baik sebelum dan sesudah pendidikan dasar dan menengah.  TK  atau prasekolah  memberikan beberapa sekolah untuk anak-anak yang   masih   sangat kecil  (biasanya  usia 35) Universitas, sekolah  kejuruan, perguruan tinggi atau seminari mungkin akan tersedia setelah sekolah menengah. Sebuah sekolah mungkin juga akan didedikasikan untuk satu bidang tertentu, seperti sekolah ekonomi atau sekolah tari. Alternatif sekolah dapat menyediakan kurikulum dan metode nontradisional.
 Ada   juga   sekolah-sekolah   nonpemerintah,   yang   disebut sekolah-sekolah swasta. Mungkin sekolah swasta untuk anakanak dengan kebutuhan khusus ketika pemerintah tidak menyediakan untuk mereka; agama seperti sekolah Islam Kristen, Budha dan dan lain lain; atau sekolah yang memiliki standar pendidikan yang lebih tinggi atau mencari untuk mendorong prestasi pribadi lainnya. Sekolah untuk orang dewasa termasuk perusahaan lembaga pelatihan dan pendidikan  dan  pelatihan  militer.  Homeschooling  dan  online  di sekolah-sekolah, pengajaran dan pembelajaran berlangsung di luar gedung sekolah tradisional.
 Di  Britania  Raya,  istilah  sekolah  terutama  mengacu  pada lembagalembaga prauniversitas, dan ini dapat, sebagian besar, akan dibagi menjadi prasekolah atau kamar anak-anak sekolah, sekolah dasar (kadang-kadang dibagi lagi menjadi sekolah bagi bayi dan SMP), dan sekolah menengah. Ada berbagai jenis sekolah menengah yang meliputi tata bahasa sekolah, comprehensives, sekunder dan kota modern  akademi. Di Skotlandia kinerja sekolah dipantau oleh Her Majesty's Inspectorate of Education. Ofsted laporan kinerja di Inggris dan Wales. 
 Ukuran  dan jenis sekolah bervariasi tergantung dari sumber daya dan tujuan penyelenggara pendidikan. Sebuah sekolah mungkin sangat  sederhana  dimana  sebuah  lokasi  tempat  bertemu  seorang pengajar dan beberapa peserta didik, atau mungkin, sebuah kompleks bangunan besar dengan ratusan ruang dengan puluhan ribu tenaga kependidikan   dan   peserta   didiknya.   Berikut   ini   adalah   sarana prasarana yang sering ditemui pada institusi yang ada di Indonesia, berdasarkan kegunaannya:
 Menurut status sekolah terbagi dari: sekolah negeri, yaitu sekolah yang diselenggarakan oleh  pemerintah,  mulai  dari  sekolah  dasar,  sekolah  menengah pertama, sekolah menengah atas,  dan   perguruan   tinggi.   Sekolah  swasta, yaitu  sekolah   yang  diselenggarakan oleh  non  pemerintah/swasta, penyelenggara berupa badan berupa  yayasan  pendidikan  yang  sampai  saat  ini  badan  hukum penyelenggara   pendidikan   masih   berupa   rancangan   peraturan pemerintah.  Menurut jenis pendidikan pendidikan dibagi tujuh: (1) pendidikan  umum,  (2) kejuruan, (3)  akademik,  (4)  profesi,  (5) vokasi, (6)  keagamaan, dan (7)  khusus.
       Pendidikan dasar di Indonesia merupakan jenjang pendidikan yang  melandasi  jenjang  pendidikan  menengah,  yang  berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah  (MTs),  atau  bentuk  lain  yang  sederajat.  Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar.  Pendidikan Dasar Pendidikan  dasar  merupakan  jenjang  pendidikan  yang  melandasi jenjang  pendidikan  menengah.  Setiap  warga  negara  yang  berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar.     Pemerintah dan Pemerintah  Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar bagi setiap warga negara yang berusia 6  (enam)  tahun  pada  jenjang  pendidikan  dasar  tanpa  memungut biaya.
       Pendidikan Menengah, merupakan lanjutan pendidikan dasar yang terdiri atas (1) pendidikan menengah umum, dan (2) pendidikan menengah kejuruan. Pendidikan menengah berbentuk:(1) Sekolah Menengah  Atas  (SMA),  (2)  Madrasah  Aliyah  (MA),  (3)  Sekolah
Menengah  Kejuruan  (SMK),  dan  (4)  Madrasah  Aliyah  Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.
       Pendidikan  Tinggi,  merupakan  jenjang  pendidikan  setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi, dapat berbentuk: (1) akademi, (2) politeknik, (3)  sekolah tinggi, (4)  institut, atau (5) universitas. Perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian,  dan pengabdian kepada masyarakat  dan dapat menyelenggarakan program akademik, profesi, dan/atau vokasi.

3. PENDIDIKAN DALAM MASYARAKAT
Pendididikan non formal adalah lembaga  pendidikan tidak  dikesampingkan  dari  pendidikan  keluarga  dan sekolah,  karena  menurut  Ahmadi  (1991)  kedua  lembaga  tadi  tidak  boleh terlepas     dari    tatanan kehidupan sosial    dan  berjenisjenis kebudayaan  yang  sedang  berkembang di dalam masyarakat di mana keluarga dan sekolah itu berada.
 Oleh  karena  itu  pendidikan  nonformal  menjadi  bagian  dari wacana internasional tentang kebijakan pendidikan pada akhir tahun 1960an dan awal 1970an. Hal ini dapat dilihat sebagai berkaitan dengan  konsep  berulang  dan  pembelajaran  seumur  hidup.  Ketat
(1996) menunjukkan bahwa sementara konsepkonsep yang terakhir harus  dilakukan  dengan  ekstensi  pendidikan  dan  pembelajaran sepanjang hidup, pendidikan nonformal adalah tentang "mengakui pentingnya pendidikan, belajar dan pelatihan yang berlangsung di luar
lembagalembaga   pendidikan   yang   diakui'. Fordham (1993) menunjukkan  bahwa  pada  1970an,  empat  karakteristik  datang dikaitkan  dengan  pendidikan  nonformal:  1)  Relevansi  dengan kebutuhan kelompok yang kurang beruntung, 2) Kepedulian dengan kategori  tertentu  orang,  3) Fokus  pada  tujuan yang  jelas,  4) Fleksibilitas dalam organisasi dan metode.
Gagasan pendidikan nonformal terkait, pada 1967 di  sebuah konferensi internasional di Williamsburg  USA, ide-ide yang berangkat ke apa yang menjadi analisis dibaca  luas  semakin  'krisis  pendidikan  dunia'   oleh Coombs.  Ada  kekhawatiran  tentang  kurikulum     tidak cocok, sebuah  kesadaran  bahwa  pertumbuhan pendidikan dan pertumbuhan ekonomi tidak selalu dalam langkah, dan pekerjaan yang tidak muncul secara langsung sebagai hasil dari input pendidikan. Banyak negara yang sulit (politik atau ekonomi) untuk membayar untuk perluasan pendidikan formal.
 Kesimpulannya adalah bahwa sistem pendidikan formal telah berada terlalu lambat dengan perubahan sosioekonomi di sekitar mereka dan bahwa mereka menahan tidak hanya oleh konservatisme mereka sendiri, tetapi juga oleh masyarakat sendiri inersia. Jika kita juga menerima bahwa pembuatan kebijakan pendidikan cenderung mengikuti daripada memimpin tren sosial lainnya, maka mengikuti perubahan yang akan datang tidak hanya dari dalam sekolah formal, tetapi  dari  masyarakat  yang  lebih  luas  dan  dari  sektor  lainnya  di dalamnya. Itu dari titik tolak ini bahwa perencana dan ekonom di Bank Dunia  mulai  membuat  perbedaan  antara  formal,  non  formal  dan pendidikan formal.
Lembaga-lembaga  yang  ada  di  dalam  masyarakat  seperti lembaga/organisasi  sosial  keagamaan  (misal  lembaga  dakwah), Lembaga adat, lembaga hukum, Lembaga bahasa, lembaga profesi, yayasan-yayasan sosial dan perkumpulan-perkumpulan atas dasar suku dan wilayah dan sejenis tidak bisa diabaikan peranannnya dalam pelengkap pendidikan anak.
 Banyak  diantara  lembaga  sejenis  itu  yang  bergiat  langsung dalam dunia pendidikan seperti dengan mendirikan sekolah-sekolah swasta, baik umum maupun sekolah berwawasan agama, malah mulai jenjang pendidikan yang paling rendah: taman kanakkanak sampai ke perguruan tinggi, malah kegiatan mereka lebih luas dari pendidikan keluarga dan sekolah. Seperti adanya pelayan kesehatan denganmendirikan rumah sakit, mendirikan koperasi untuk  pengembangan kemampuan berwira swasta, dan mengasah keterampilan hidup bagi anak-anak  yang  terhambat  dalam  pendidikan  formal,  termasuk mendirikan pantipanti untuk mengasuh anak cacat fisik, mental dan sosial, dan termasuk untuk orang dewasa dengan mendidikan panti jompo.
Pendidikan non formal juga mengembangkan pendidikan politik, pendidikan olahraga dan berbagai pengembangan kepribadian lainnya termasuk  dalam  penyaluran  hobi  yang  positif,  seperti  kelompok penggemar membaca, memanjat tebing, SAR, palang merah, dokter kecil dan sebagainya yang hampir tidak didapatkan di keluarga dan sekolah secara lengkap.
 Di  Indonesia  pendidikan  nonformal  meliputi:  (1)  pendidikan kecakapan  hidup,  (2)  pendidikan anak usia dini, (3) pendidikan kepemudaan, (4)   pendidikan     pemberdayaan        perempuan,    (5)pendidikan keaksaraan, (6) pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja,  (7)  pendidikan  kesetaraan,  serta  (8)  pendidikan  lain  yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
            Satuan pendidikan nonformal terdiri atas (1)  lembaga kursus, (2)  lembaga  pelatihan,  (3)  kelompok  belajar,  (4)  pusat kegiatan  belajar  masyarakat, dan (5)  majelis taklim, serta
satuan pendidikan yang sejenis. Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan  profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
         Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan     formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga  yang  ditunjuk  oleh  Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.


C. RANGKUMAN
1. Tri   Pusat   Pendidikan      yaitu:   Pendidikan   dalam   keluargan (pendidikan informal), pendidikan dalam sekolah (pendidikan formal), dan pendidikan di dalam masyarakat (pendidikan non formal).
2. Sedangkan dilihat dari cara berlangsungnya pendidikan dibedakan menjadi   pendidikan   fungsional   dan   pendidikan intensional.
3.Pendidikan fungsional adalah pendidikan yang berlangsung secara naluriah, tanpa rencana dan tujuan tetapi berlangsung begitu saja. Sedangkan pendidikan intensional adalah lawan dari  pendidikan fungsional.
4.  Bila dilihat dari aspek pribadi yang disentuh, maka terdapat  jenis  pendidikan  Orkes  (Olah  Raga  Kesehatan),  Pendidkan Sosial,  Pendidikan  Bahasa,  Pendidikan  Kesenian,  Pendidikan  Moral, Pendidikan Seks dan sebagainya.
5.  UndangUndang    RI  Nomor  20  Tahun  2003  tentang  Sistem  Pendidikan  Nasional  menyebutkan  bahwa  satuan  pendidikan  adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan  pendidikan  pada  jalur  formal,  nonformal,  dan  informal  pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.
6. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan  berjenjang  yang  terdiri  atas  pendidikan  dasar,  pendidikan  menengah, dan pendidikan tinggi.
7.  Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan  formal   yang   dapat   dilaksanakan   secara   terstruktur   dan berjenjang.
8.  Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga.
9.  Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam  tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan  untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan  rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
10. Pendidikan jarak jauh adalah pendidikan yang peserta didiknya  terpisah  dari  pendidik  dan  pembelajarannya  menggunakan berbagai     sumber     belajar    melalui    teknologi    komunikasi,  informasi, dan media lain.
11.Pendidikan berbasis masyarakat adalah penyelenggaraan pen didikan berdasarkan kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi, dan potensi masyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari,  oleh, dan untuk masyarakat. 
12. Pendidikan  keluarga  atau  pendidikan  informal  adalah  jalur pendidikan keluarga. suatu proses pembelajaran yang terjadi di kehidupan seharihari di dalam keluarga terdekat.
13. Pendidikan dalam keluarga lebih menonjolkan bagaimana kita mengajar  diri  kita  sendiri,  dimana  kita  cenderung  untuk berbicara dan bergabung dalam kegiatan dengan orang lain di sekitar  anak,  dan  ini  berlangsung  secara  tidak  sadar  dalam waktu selama pergaulan dengan anak terjadi, mulai dari anak  bangun  sampai  akan  tidur  didengarkan  cerita  dan  nyanyian  yang  mengandung  nilai  pendidikan  sebagai  bekal    anak memasuki dunia formal.
14. Langeveld   menyatakan,   tiap-tiap   pergaulan   antara   orang dewasa (orang tua) dengan anak adalah merupakan lapangan atau suatu tempat di mana pekerjaan mendidik itu berlangsung.
15. Tugas utama dari keluarga bagi pendidikan anak ialah sebagai peletak dasar bagi pendidikan akhlak dan pandangan hidup  keagamaan. Sifat dan tabiat anak sebagian besar diambil dari kedua orang tuanya dan dari anggota keluarga yang lain.
16.Pendidikan  keluarga  terutama  menanamkan ketauhidan; kehidupan emosional, dan moral atau etika.
17. Pendidikan dalam sekolah atau pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
18. Sekolah adalah lembaga yang dirancang untuk mengajarkan  siswa (atau "murid") di bawah pengawasan guru.
19. Sebagian besar negara memiliki sistem pendidikan formal, yang umumnya  wajib.  Dalam  sistem  ini,  siswa  kemajuan  melalui serangkaian sekolah. Namanama untuk sekolah yang berbeda di setiap negara tetapi umumnya termasuk sekolah dasar untuk  anakanak  dan  sekolah  menengah  bagi  remaja  yang  telah menyelesaikan pendidikan dasar.
20.  Ada   juga   sekolah-sekolah   nonpemerintah,   yang   disebut sekolah-sekolah swasta.
21. Mungkin sekolah swasta untuk anak-anak dengan kebutuhan khusus ketika pemerintah tidak menyediakan untuk mereka;  agama seperti sekolah Islam Kristen, Budha dan dan lainlain; atau sekolah yang memiliki standar pendidikan yang lebih tinggi atau mencari untuk mendorong prestasi pribadi lainnya.
22.  Sekolah untuk orang dewasa termasuk perusahaan lembaga pelatihan dan pendidikan dan pelatihan militer. Homeschooling  dan online di sekolah-sekolah, pengajaran dan pembelajaran berlangsung di luar gedung sekolah tradisional.
23. Menurut  status  sekolah  terbagi  dari:  sekolah negeri,  yaitu sekolah  yang  diselenggarakan  oleh  pemerintah,  mulai  dari sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, dan perguruan tinggi. Sekolah swasta, yaitu sekolah yang  diselenggarakan oleh nonpemerintah/swasta, penyelenggara  berupa badan berupa yayasan pendidikan yang sampai saat ini badan    hukum      penyelenggara      pendidikan     masih    berupa  rancangan peraturan pemerintah.
24. Pendidikan dasar di Indonesia merupakan jenjang pendidikan  yang melandasi jenjang pendidikan menengah, yang berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.
25. Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar, yang terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan. Pendidikan menengah berbentuk sekolah  menengah   atas   (SMA),   madrasah   aliyah   (MA),   sekolah  menengah  kejuruan  (SMK),  dan  madrasah  aliyah  kejuruan  (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.
26. Pendidikan di dalam masyarakat atau pendididikan non formal adalah lembaga pendidikan tidak dapat dikesampingkan dari pendidikan keluarga dan sekolah, karena kedua lembaga tadi tidak boleh terlepas dari tatanan kehidupan sosial dan berjenis jenis   kebudayaan yang  sedang  berkembang   di   dalam masyarakat di mana keluarga dan sekolah itu berada.
27. Pendidikan nonformal menjadi bagian dari wacana internasional tentang kebijakan pendidikan pada akhir tahun 1960an dan  awal 1970an.
28. Ada empat karakteristik datang dikaitkan dengan pendidikan nonformal:  1)  Relevansi  dengan  kebutuhan  kelompok  yang  kurang  beruntung,  2)  Kepedulian  dengan  kategori  tertentu  orang, 3)  Fokus pada tujuan yang jelas, 4) Fleksibilitas dalam  organisasi dan metode.
29.  Sistem  pendidikan  formal  telah  beradaptasi  terlalu  lambat dengan perubahan sosioekonomi di sekitar mereka dan bahwa mereka  menahan  tidak  hanya  oleh  konservatisme  mereka sendiri, tetapi juga oleh masyarakat sendiri inersia.
30.  Lembaga-lembaga  yang  ada  di  dalam  masyarakat  seperti lembaga/ organisasi sosial keagamaan.
31.  Banyak  diantara  lembaga  sejenis  itu  yang  bergiat  langsung dalam  dunia  pendidikan  seperti  dengan  mendirikan  sekolah  sekolah  swasta,  baik  umum  maupun  sekolah  berwawasan  agama, malah mulai jenjang pendidikan yang paling rendah:  taman kanak-kanak sampai ke perguruan tinggi, malah kegiatan mereka lebih luas dari pendidikan keluarga dan sekolah.
32.  Pendidikan non formal juga mengembangkan pendidikan politik, pendidikan olahraga dan berbagai pengembangan kepribadian lainnya termasuk dalam penyaluran hobi yang positif, seperti kelompok penggemar membaca, memanjat tebing, SAR, palang merah,   dokter  kecil  dan sebagainya yang hampir  tidak didapatkan di keluarga dan sekolah secara lengkap.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Abu dan Nur Uhbiyati. (1991). Ilmu Pendidikan. Semarang: Renika Cipta.
Hasbullah. (1999). Dasar-Dasar Imu Pendidikan. Jakarta: PT. Raja GRapindo Persada.
Goleman, D. (1998). Emotional Intelligence: Kecerdasan Emotional, Mengapa EI lebih penting dari IQ. (Terj.). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Wursanto. (1987). Etika Komunikasi Kantor. Jakarta: Kanisius.
Share this article :
0 Comments
Tweets
Komentar

0 komentar:

Posting Komentar

Adsense Indonesia
 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. PIKIRAN BEBAS - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger